Bogor – Sidang putusan sela kasus OTT yang menjerat Sekdis DPKPP Kabupaten Bogor Iryanto di PN kelas 1 Khusus Tipikor Bandung, sangat mengecewakan Kuasa Hukum terdakwa dari kantor LBH Bara JP, Stevie.
Menurut Stevie, putusan majelis hakim yang di pimpin oleh Hakim Rifandaru dengan melanjutkan persidangan adalah putusan tidak cermat dalam menyikapi pengajuan keberatan para kuasa hukum terdakwa.
“Kenapa hakim tidak menyinggung analisa pertimbangan unsur formil dalam dakwaan,” kata Stevie yang ditemui wartawan di kantornya, di Bogor Barat, Kota Bogor, beberapa hari lalu.
Ketidak cermatan majelis hakim dengan melanjutkan persidangan, sangat sepihak dan memberatkan karena berdasar yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 600/K/Pid/1982 menyebabkan batalnya surat dakwaan tersebut karena obscuur libele yaitu bahwa uraian perbuatan dakwaan Subsidair, lebih subsidair dan lebih-lebih subsidair dan dakwaan kedua dalam surat dakwaan perkara a quo adalah sama dengan dakwaan Primair.
Artinya, menurut Stevie, dakwaan kedua hanya Copy paste. “Sedangkan tindak pidana yang didakwakan dalam masing-masing dakwaan tersebut secara prinsip berbeda satu dengan yang lain, ini jelas keliru dan hakim kurang cermat,” kata Stevie.
Dijelaskan dalam putusan Mahkamah Agung tadi, Jaksa Agung harus berbenah diri dengan keluarnya surat No.B-108/E/EJP/02/2008 tanggal 4 Februari 2008 yang isinya telah mengingatkan agar Penuntut Umum dalam menguraikan dakwaan subsidair tidak menyalin ulang (Copy Paste) uraian dakwaan Primair.
“Oleh sebab itu sudah sepatutnya dakwaan Penuntut Umum batal demi hukum, tapi hakim malah melanjutkan persidangan,” kata Stevie sambil menyebut jika uraian perbuatan dalam dakwaan subsidair, lalu dakwaan kedua adalah menyalin ulang alias copy paste, maka berdasarkan peraturan menyebabkan batalnya surat dakwaan tersebut karena kabur.
Dia juga kecewa dengan majelis hakim, terkait perpanjangan status penahanan kliennya, dimana kliennya terhitung sejak tanggal 11 sampai 24 Agustus belum menerima surat berita acara perpanjangan penahanan dan hakim tetap pada pendiriannya, dengan beralasan itu hanya kesalahan administrasi.
Lalu, pada saat persidangan pun hakim tidak menanyakan pada jaksa dan terdakwa akan penerimaan surat tersebut padahal keduanya hadir. “Kami menduga jika ini telah melanggar pasal 3 ayat (2) uu No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” kata Stevie.
Sementara itu, Majelis Hakim yang dipimpin Rifandaru dan beranggotakan Femina dan Djodjo, mengatakan setelah memperhatikan dan menimbang pengajuan keberatan kuasa hukum dan jawabannya dari Jaksa Penuntut Umum, maka pihaknya tetap melanjutkan persidangan untuk di dengar keterangan dari para saksi, yang mana sidangnya akan digelar pada Jumat 28 Agustus ini.
Rifandaru mengarahkan, agar kuasa hukum terdakwa mempertanyakan kesalahan administrasi perihal surat perpanjangan penahanan kliennya ke ketua PN kelas 1 khusus Tipikor Bandung. “Kami sih sudah mengajukan dan menerima perpanjangan itu sejak 4 Agustus, silahkan kuasa hukum adukan ini ke ketua PN. Itu hanya kesalahan administrasi” kata Rifandaru.
Tim PolBo l Jacky Wijaya