ABAH Kosasih sudah empat tahun ini hidup sebatang kara. Istrinya sudah lebih dulu dipanggil Sang Khalik. Dia punya satu orang anak yang menetap di Jawa Timur. Kakek berusia 79 tahun ini sangat merindukan buah hatinya. Namun, setelah sekian lama menunggu, anaknya tak juga pulang untuk menjenguknya.
Usia senja dan sebatangkara tak lantas membuat Abah Kosasih patah arang. Ia tetap sabar dan tabah menjalani masa tuanya dalam kondisi kesusahan. Untuk makan sehari-hari, Abah Kosasih tergantung sedekah warga dan tetangganya. Ia selalu bersyukur atas apa yang diterimanya.
Abah Kosasih tak pernah mengeluh dengan kehidupannya saat ini. Dia pun mensyukuri bisa terlindung dari panas dan hujan meski hanya tinggal di bangunan seukuran 2×2 meter di Kampung Cicadas hilir, Kelurahan Cikundul, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi. Tempat tinggalnya selama 4 tahun ini tak lebih luas daripada ukuran toilet umum di terminal atau pasar.
Gubuk beratap genteng dan berdinding bilik itu sudah mulai rapuh. Hanya ada satu ruangan di gubuk yang memiliki dua jendela di bagian depannya itu. Tak ada kasur empuk apalagi perabotan rumah tangga, hanya ada tumpukan baju usang milik Abah Kosasih.
Selama ini, Abah Kosasih sehari-hari marbot Masjid Jami Qubbatul Islam yang jaraknya sekitar 500 meter dari tempat tinggalnya. Ia mendapat upah sebesar Rp 70 ribu setiap minggunya. Meski uang yang diterimanya tak seberapa, Abah selalu bersyukur dengan rezeki yang diterimanya. “Alhamdulillah saya masih diberi rezeki sama Allah SWT,” ucapnya.
Ia menuturkan, mau menjadi marbot tujuannya bukan untuk mencari uang. Abah mengaku ikhlas merawat dan menjaga rumah Allah. Selain bertugas membersihkan masjid, dia juga sering jadi muadzin.
Setiap harinya Abah Kosih lebih banyak menghabiskan waktu di masjid. Pukul 03.00 WIB, dia sudah beranjak ke masjid dengan ditemani tongkatnya. Tugasnya mempersiapkan salat subuh berjamaah. Kemudian ia melantunkan azan.
Setelah salat subuh, Kosih kembali ke rumahnya untuk tidur atau sekedar mendengarkan tausiyah dari radio kecil miliknya. Biasanya pukul 11.00 WIB, Kosih beranjak kembali ke masjid untuk persiapan salat zuhur. Dari zuhur Kosih akan berada di masjid hingga salat Isya.
Kesabaran dan ketaatan Abah Kosih mendapat imbalan dari Allah SWT melalui uluran tangan para dermawan. Sejumlah relawan sosial berkumpul untuk membantu menyediakan tempat tinggal yang layak untuk Abah Kosasih. Setelah dilaksanakan musyawarah, para dermawan ini sepakat membangun rumah bagi marbot masjid tua itu dengan cara swadaya.
Hasil patungan terhimpun dana sebesar Rp. 9,5 juta. Duit tersebut diserahkan kepada Lurah Cikundul, H. Agus Heryanto, S.H., M.M untuk digunakan membangun rumah Abah Kosasih. “Pemerintah akan mencarikan lahan untuk dibangun rumah Abah Kosih,” kata H. Agus.
Pemerintah sudah berupaya membantru dana untuk Abah Kosih, baik berupa bantuan non tunai, Rastra (Beras Sejahtera) dan bantuan bagi Lansia (Lanjut Usia) atau dari Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) Kota Sukabumi. Rumah bagi Abah Kosasih sebenarnya sudah diajukan dalam program Rutilahu (Rumah Tidak Layak Huni) pada 2018 yang lalu.
“Tapi rumahnya yang sekarang berada di atas lahan milik orang lain. Jadi enggak bisa dibangun. Makanya, kami akan cari lahan resmi atau milik warga yang rela dibangun rumah untuk Abah Kosasih,” ucap Lurah Cikundul.
Sementara itu,relawan SKP (Sahabat Kristiawan Peduli), Kristiawan Saputra mengharapkan, banyak relawan yang tergerak hatinya, sehingga bisa terkumpul dana sebesar Rp. 15 juta sampai dengan Rp. 20 juta, untuk membangun rumah Abah Kosih.
HARIAN SEDERHANA | AS