Mengurai keberadaan pedagang kaki lima (PKL) di seluruh kota di Indonesia khususnya di Kota Bogor, memiliki ekspektasi yang sangat krusial. Ada tanggapan, penanganannya bagaikan Buah ‘Si Malakama’.
Bagaimana tidak, di satu sisi, pemerintah daerah (Pemda) Kota Bogor, memiliki peraturan daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2019 yang Telah disahkan oleh DPRD pada Agustus 2019 lalu.
Namun, di sisi lain apabila pemda melakukan penertiban karena PKL berdagang tidak pada tempatnya dan mengganggu ketertiban umum khususnya para pengguna jalan, bahkan ditertibkan dengan cara persuasif dengan merelokasi berdagang nya mereka, justeru mendapat tanggapan dan protes dari pihak-pihak lain.
Umumnya kelompok yang tidak setuju itu, menyimpulkan kalau penertiban PKL oleh pemda itu, terkesan kalau pemda tidak berpihak pada wong cilik bahkan hingga ada opini yang mengkultus kalau pemda TIDAK MANUSIAWI.
Inti permasalahan PKL ini, sebenarnya hanya pada soal dimana mereka berdagang. Kondisi di lapangan, umumnya PKL itu mencari nafkah dengan berjualan di trotoar bahkan ada yang di jalanan, sehingga mengganggu para pengguna jalan lainnya, seperti mobil, motor dan pejalan kaki, termasuk para warga yang merasa terusik kalau lingkungannya terkesan menjadi kumuh dan semrawut.
Nah, selain harus dilakukan penegakan hukum sesuai Perda tersebut karena keberadaan mereka melanggar ketertiban umum, maka demi kenyamanan dan keindahan lingkungan di kota Bogor, sebelumnya pemda seyogyanya harus memiliki data konkrit berapa jumlah mereka, untuk kemudian disiapkan lokasi nya kemana mereka harus dipindahkan karena ini menyangkut harkat mereka soal mencari nafkah, walaupun tidak semua dari mereka adalah warga kota Bogor.
Kemudian, jika ditelaah dari sisi ekonomi, besar kemungkinan bahwa keberadaan PKL tersebut, tidak berdampak besar terhadap pendapatan daerah. Retribusi dari PKL ternilai tidak sebanding dengan dampak yang ditimbulkan seperti kotor dan bau yang imbasnya akan berdampak pada kesehatan, menjadikan lingkungan kumuh, merugikan pengguna jalan lainnya.
Disisi lain, perlu juga diantisipasi kalau di lokasi berdagangnya mereka justeru dimanfaatkan oleh pihak-pihak dan kelompok lain, yang hanya menguntungkan sepihak saja tanpa memperhatikan kondisi sampah yang dihasilkan dari barang dagangan para PKL, termasuk soal keamanan lingkungan.
Terkait penanganan PKL tersebut, sempat ada solusi, bahwa PKL tidak perlu di tertibkan dan di relokasi, tapi cukup dengan cara, dimana lokasi mereka berdagang, jangan dilalui oleh kendaraan umum (angkot), motor bahkan kendaraan pengangkut.
Artinya, disediakan area parkir yang letaknya cukup jauh dari lokasi berdagangnya PKL, kemudia tidak dilalui angkot, becak dan kendaraan lain. Kemungkinan hal tersebut, akan berdampak kalau mereka justeru akan pindah dengan sendirinya. Karena ada kesimpulan, bahwa PKL itu ‘menjemput pembeli’ sehingga mereka tidak mau berjualan di los dan kios yang telah disediakan.
“Kesadaran untuk juga memperhatikan kepentingan umum dibanding kepentingan sepihak, diyakini akan berdampak pada pola Kehidupan Bogor yang lebih Baik, Sehat, Tertib dan Maju sebagai Kota Yang Di Cintai Warga Masyarakatnya sendiri”